Kuarsa memiliki struktur kristal heksagonal (Considine dan Considine, 1984). Struktur kuarsa
terdiri dari gabungan SiO4 tetrahedral yaitu setiap atom Si berikatan dengan empat atom oksigen dan tiap atom oksigen diikat
oleh 2 atom silikon seperti yang terlihat pada gambar 1(a), sehingga menghasilkan
struktur kerangka tiga dimensi silikat ( Smyth, 1998).
|
|
|||
Gambar 1(a). Struktur kerangka kuarsa
|
1(b). Struktur tetrahedral kuarsa
|
Gambar 1(a)
menunjukkan setiap atom silikon berbagi dengan empat atom oksigen untuk saling
berikatan membentuk tetrahedral dan setiap tetrahedral 1(b) saling berikatan
pada sudut untuk membentuk kerangka tiga dimensi tetrahedral silikat (http://www.tamu-commerce.edu), sehingga kuarsa diklasifikasikan sebagai tektosilikat atau kerangka silikat (
Smyth, 1998).
Struktur kristal kuarsa
dapat dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar X (XRD), seperti yang dinyatakan dalam gambar 2. Metode analisis yang sering digunakan
adalah metode Hanawalt. Metode ini
didasarkan pada jarak d dari tiga intensitas puncak tertinggi dari pola
difraksi suatu senyawa (http://capsicum.me.utexas.edu).
Puncak-puncak yang
terdapat pada pola difraksi sampel tersebut dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif melalui perbandingan data puncak sampel tersebut dengan data JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction
Standards) dalam bentuk JCPDS Powder
Diffraction File untuk kuarsa. Hasil analisis menunjukkan 3 puncak
tertinggi pada 2θ 20,82°, 26,62° dan 50,10°, serta d(Å) 4,263, 3,346 dan 1,189
merupakan puncak dari kuarsa (Smyth, 1998).
Kuarsa merupakan
mineral yang sangat umum terdapat dalam bumi dan merupakan kelompok mineral
yang cukup dominan. Golongan mineral ini diperkirakan membentuk hampir 64% dari
kerak bumi. Kuarsa merupakan mineral yang terbentuk karena panas dan tekanan yang
ada di dalam bumi(Considine dan Considine, 1984). Mineral silikat padat seperti
kuarsa umumnya mempunyai struktur yang seragam, berpori, dan partikelnya
mempunyai diameter 3,5 atau 10 µm (Skoog, D.A., Holler, F.J., and Nieman, T.A.,
1998). Komposisi kuarsa terdiri dari SiO2 sebagai komposisi utama
dan kation oksida logam seperti Na, K dan Ca pada permukaan kuarsa.
Sifat-sifat fisik kuarsa
adalah sebagai berikut :
1. Berwarna putih , kuning, ungu, merah muda, coklat, kehijauan hingga tak berwarna.
2. Nilai kekerasannya < 7,0 Mohs.
3. Berat jenis atau bobot isi 2,6 – 2,7 g/cc.
4. Titik lebur 1650 (±75) °C dan titik didih
2230 °C.
(Considine dan Considine,
1984).
Kuarsa dapat diklasifikasikan dalam
dua kelompok, yaitu:
1. Kuarsa Kristalin
Kuarsa
kristalin adalah kuarsa yang terjadi dalam kristal-kristal yang berbeda. Hal
tersebut terjadi pada sejumlah kristal yang sejenis yang dibedakan oleh warna.
Kelompok kuarsa kristalin antara lain sebagai berikut: rock crystal (kuarsa tak berwarna), amethyst
(kuarsa violet atau ungu), rose quartz (kuarsa
merah jambu), citrine (kuarsa
kuning), smoky quartz (kuarsa coklat
kehitaman), milky quartz (kuarsa
putih susu), aventurine quartz, rutilated quartz, ametrine (kombinasi dari amethyst
dan citrine), dan vermarine (prasiolite atau amethyst
hijau).
2. Kuarsa
Kriptokristalin
Kuarsa
kriptokristalin adalah kuarsa yang kristalnya berukuran mikroskopis dan bisa
tidak tembus cahaya atau juga tembus cahaya. Jenis kuarsa kriptokristalin
antara lain : agate, basanite,
bloodstone, carnelian atau cornelian,
chalcedony, chert, chrysoprase, flint, heliotrope, jasper, moss agate, onyx,
plasma, prase, sard, sardonyx, chrysocolla quartz, fire agate, picture jasper atau scenic jasper, petrified dinosaur bone,
petrified wood, tigereye dan
turritella.
Kuarsa juga memiliki dua bentuk
karena adanya pengaruh suhu yaitu :
1.
Low quartz (α-quartz), terbentuk pada suhu rendah (<573oC).
2.
High quartz (β-quartz), terbentuk pada suhu tinggi (573 oC - 870
oC)
(Considine dan Considine, 1984)
Keasaman kuarsa berkaitan dengan situs asam Brönsted
dan situs asam Lewis dari suatu senyawa. Keasaman suatu padatan ditentukan oleh kemampuannya
mengubah basa organik netral menjadi bentuk asam konjugasinya. Amonia (NH3)
digunakan sebagai molekul uji keasaman suatu padatan, dengan basa organik teradsorp pada padatan yang
terjadi melalui transfer proton dari situs asam Brönsted ke adsorbat membentuk
NH4+, atau melalui transfer pasangan elektron dari
molekul adsorbat ke situs asam Lewis (Satterfield, 1980). Keasaman kuarsa dapat ditentukan secara
kuantitatif dengan metode adsorpsi uap amonia secara gravimetri.
Keasaman suatu mineral
(kuarsa) dapat ditingkatkan dengan aktivasi. Aktivasi biasanya digunakan untuk
melarutkan pengotor baik pengotor organik maupun anorganik yang menempel pada
permukaan mineral. Larutnya pengotor organik dan anorganik menyebabkan
permukaan mineral menjadi bersih dan luas. Aktivasi mineral biasanya dilakukan
dengan larutan asam. Aktivator asam yang sering digunakan adalah HCl, H2SO4,
HNO3 dan HF. Pada mineral aluminosilikat (misal: zeolit), aktivasi
dapat menyebabkan dealuminasi dari kerangka aluminosilikat, yang akan membentuk
SiOH (Breck, 1974). Seperti halnya mineral aluminosilikat, aktivasi pada kuarsa
dapat membentuk situs aktif karena terputusnya kerangka silikat membentuk SiO-.
Kerangka silikat yang terputus dan membentuk SiO- tersebut kemudian
berikatan dengan H+ dari larutan asam membentuk SiOH. Kation (H+)
yang berasal dari SiOH yang berfungsi sebagai kation penukar.
Penelitian mengenai aktivasi
pada alofan dan zeolit telah dilakukan oleh Prowida (2003) dan Sulistiyono
(2003). Aktivator yang digunakan adalah asam HCl. Hasilnya menunjukkan
sifat-sifat kimia fisik yang lebih baik dibandingkan tanpa aktivasi.
Peningkatan tersebut meliputi luas permukaan spesifik dan keasaman serta pengurangan pengotor organik
yang menyebabkan pori-pori pada zeolit lebih bersih dan terbuka. Penelitian
lain yang telah dilakukan Haryanti
(2005), dengan melakukan aktivasi lempung jenis montmorillonite. Aktivasi dilakukan dengan asam H2SO4
pada montmorillonite sebelum dipilar.
Hasilnya menunjukkan aktivasi dapat meningkatkan sifat kimia fisik montmorillonite dibandingkan tanpa
aktivasi, serta dapat membuka pori dan menghomogenkan kation pada montmorillonite. Kajian aktivasi pada
alofan telah dilakukan Adeleida (2003) dengan menggunakan HCl dan HF. Hasilnya
menunjukkan aktivasi dengan asam HCl lebih efektif pada konsentrasi tinggi,
sedangkan aktivasi dengan asam HF lebih efektif pada konsentrasi rendah.
Penelitian yang dilakukan Saraswati (2003), dengan menggunakan asam HF sebagai
aktivator zeolit, pada konsentrasi rendah. Hasilnya menunjukkan sifat kimia
fisik yang lebih baik dibandingkan tanpa aktivasi.
Mineral jenis
aluminosilikat (misal: zeolit) memiliki situs silikat dan situs aluminat. Situs
aluminat pada permukaan mineral aluminosilikat, lebih mudah terhidrolisis dalam
asam kuat dibandingkan dengan situs silikat (Casey, et all, 1991). Seperti halnya aluminosilikat, mineral silikat
(kuarsa) memiliki situs silikat yang tidak mudah terhidrolisis dalam asam kuat. Selain itu HF merupakan asam pengaktif yang cukup kuat dan lebih sesuai
untuk kuarsa dari asam mineral yang lain karena silika lebih reaktif terhadap
larutan HF tetapi relatif tidak reaktif dengan asam pengaktif lain (Cotton, F.A., Wilkinson, G., dan Gaus, P.L.,
1995). Oleh karena itu digunakan asam HF dalam penelitian, sebagai
aktivator kuarsa. Hasil
penelitian Adeleide (2003) dan Saraswati (2003) juga menunjukkan bahwa asam HF
dapat digunakan sebagai aktivator mineral pada konsentrasi rendah. Dalam
penelitian digunakan asam HF dengan konsentrasi 1M yang mewakili aktivator pada
konsentrasi rendah, sedangkan asam HF dengan konsentrasi 4M mewakili aktivator
pada konsentrasi tinggi.
Kristalinitas
material silikat sebagai pengemban, dapat dipengaruhi oleh pH. Berdasarkan penelitian
Baes dan Mesmer (1976) dalam Wahyuni, dkk (2001) dengan menggunakan material
zeolit sebagai pengemban besi oksida menunjukkan pada daerah pH asam, terjadi
penurunan kristalinitas zeolit, sedangkan pH netral dan basa relatif tidak terjadi penurunan kristalinitas
zeolit. Pada penelitian ini, dengan menggunakan material kuarsa sebagai
pengemban besi oksida, digunakan pH 5
yang mewakili pH asam, sedangkan pH 7
dan 9 mewakili pH netral dan basa. pH yang digunakan bekerja dalam sistem buffer, agar pH yang digunakan lebih stabil. Pemilihan komposisi buffer untuk pH 5, 7 dan 9 didasarkan
pada komposisi buffer tersebut masuk range pH yang digunakan (Dean, 1992),
serta buffer tidak membentuk kompleks
logam dengan ion Fe2+ (Vogel, 1979).
Berdasarkan uraian di
atas, kuarsa merupakan salah satu material pengemban yang dapat digunakan
sebagai pengemban logam besi dalam bentuk besi oksida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar