Katalis menurunkan energi aktivasi reaksi dan
meningkatkan laju reaksi, melalui peningkatan konstanta laju. Oleh karena itu,
katalis sangat penting dalam industri kimia, penanganan gas buang dan reaksi
kimia lain. Walaupun esensi katalis secara kimia agak kabur, aspek
praktis katalis telah berkembang berbasiskan akumulasi pengetahuan
empiris. Pengetahuan kita tentang mekanisme katalisis homogen berkembang
seiring dengan perkembangan kimia anorganik, demikian juga pemahaman tentang
katalisis padatan.
a.
Katalis homogen
Kimia katalis yang larut dalam pelarut telah berkembang
dengan sangat pesat sejak penemuan katalis Wilkinson (1965), [RhCl(PPh3)3].
Kompleks ini bewarna ungu kemerahan yang terbentuk dengan pemanasan RhCl3.3H2O
dan PPh3 dengan refluks dalam etanol. Bila dilarutkan dalam
pelarut organik, kompleks ini merupakan katalis yang sangat baik untuk hidrogenasi hidrokarbon tak jenih membentuk hidrokarbon jenuh pada
suhu dan tekanan kamar, dan dapat juga mengkatalisis reaksi hidroformilasi olefin dengan H2 dan CO
membentuk aldehida. Di masa lalu, mekanisme reaksi katalitik biasanya tidak
jelas. Sebelum katalis Wilkinson, proses Reppe, yang mengoligomerisasi asetilen
atau katalis Ziegler Natta yang mempolimerisasi olefin dan diena, telah
ditemukan dan studi detail tentang katalisis homogen telah dilakukan dari sudut
pandang kimia koordinasi. Selanjutnya, reaksi katalitik kini dinyatakan sebagai
siklus yang terdiri atas kombinasi beberapa tahap elementer yang terjadi pada
kompleks katalis.
Koordinasi
dan disosiasi.
Harus ada proses saat reaktan seperti olefin diaktivasi dan
bereaksi dengan reaktan lain setelah dikoordinasikan pada logam pusat kompleks,
dan ikatan ini terdisosiasi membentuk produk.
Adisi oksidatif adalah satu di antara beberapa reaksi
elementer kunci dalam kompleks logam. Reaksi ini adalah reaksi senyawa seperti
logam alkil halida, RX, asam, HX atau dihidrogen, H2 pada logam dalam suatu
kompleks yang kemudian terdisosiasi menjadi R dan X, H dan X, H dan H, yang
diikat pada logam sebagai dua fragmen anion. Bila ligan lain pada kompleks awal
tidak keluar, bilangan koordinasinya meningkat sebanyak 2. Karena ligan alkil,
halogen, dan hidrida lebih elektronegatif pada logam pusat, ligan-ligan ini
dianggap secara formal sebagai ligan anion setelah koordinasi. Oleh karena itu,
bilangan oksidasi ligamnya meningkat setelah reaksi adisi ini. Karena reaksi
adisi disertai dengan oksidasi logamnya, reaksi ini disebut dengan reaksi
adisi oksidatif.
Misalnya,
reaksi adisi alkilhalida pada kompleks iridium(I) tetra-koordinat [IrCl(CO)(PPh3)2],
[IrICl(CO)(PPh3)2]
+ RI → [IrIII(Cl)(I)(R)(CO)(PPh3)2]
Iridium menjadi heksa-koordinat dan mengalami
oksidasi dua elektron dari +1 menjadi +3. Karena molekul RI netral ditambahkan,
tidak ada perubahan muatan dalam kompleks, dan bila alkil dan iodin adalah
anion, bilangan oksidasi logamnya harus meningkat sebanyak 2 satuan. Perubahan
yang sama juga terjadi bila dua ligan hidrida dibentuk sebagai akibat
penambahan dihidrogen. Reaksi kebalikannya disebut eliminasi reduktif.
Baik aksi oksidasi dan reduksi sangat penting sebagai tahap elementer dalam
mekanisme katalisis homogen yang melibatkan hidrokarbon dan dihidrogen.
b.
Katalis Padat
Katalis padat disebut juga katalis heterogen, dan
mempromosikan reaksi dengan reaktancbewujud gas atau cair dalam kontak dengan
material padat. Karena adsorpsi reaktan pada permukaan katalis merupakan
tahap awal, luas permukaan yang besar diperlukan agar efisiensi katalis yang
baik diperoleh. Sistem polifasa, yang mengandung katalis aktif pada
material seperti zeolit dengan pori yang kecil berukuran molekular, dan gama
alumina dan silika gel dengan luas permukaan besar sering digunakan. Dulunya,
katalisis padatan dijelaskan sebagai akibat aktivasi reaktan secara
misterius oleh permukaan asam atau basa, dan dengan koordinasi pada permukaan
logam. Kini dimungkinkan untuk mengamati interaksi-interaksi ini dengan
menggunakan berbagai teknik spektroskopi (IR< EXAFS (extended X-ray
absorption fine structure), sinar tampak), mikroskop elektron, atau STM
(scanning tunneling microscopy).
Karena mekanisme katalisis homogen telah diklarifikasi
dengan cukup maju, reaksi di permukaan padatan dapat juga dianalisis dengan
mengggunakan konsep seperti “kompleks permukaan” atau “senyawa organologam
permukaan”. Namun, tidak seperti katalisis homogen, yang hanya
melibatkan satu atau dua pusat logam, dalam katalisis padatan pusat logam yang
terlibat sangat banyak. Karena kehomogenan dan kedapatulangan permukaan sangat
sukar dipertahankan, sebagian besar mekanisme reaksi tidak begitu jelas bahkan
untuk reaksi sederhana seperti sintesis amonia.
Selama produksi langsung amonia dari nitrogen dan hidrogen, reaksi berlangsung dengan menggunakan katalis
besi yang mengandung logam alkali atau alkali tanah sebagai aktivator pada suhu
tinggi (sekitar 4500 C) dan tekanan tinggi (sekitar 270 atm).
Sebelum ditemukan katalis yang sangat tenar ini oleh F. Haber (1909), semua
senyawa nitrogen berasal dari alam. Penemuan ini mempunyai dampak yang sangat
tak hingga besarnya pada industri kimia, karena amonia adalah bahan yang tak
dapat digantikan dalam produksi pupuk, serbuk mesiu, dan bahan anorganik lain
yang mengandung nitrogen. Untuk menghargai ini tahun 1918 F. Haber
dianugerahi hadiah Nobel. Sejumlah besar riset sampai saat ini telah
dilakukan untuk mengelusisasi mekanisme reaksi sintesis amonia, maka reaksi
nitrogen dan hidrogen di atas permukaan katalis besi merupakan model yang baik
untuk katalisis padatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar