Besi merupakan unsur
terbanyak keempat yang terkandung dalam kerak bumi.
Sifat sifat fisik besi antara
lain:
1.
Logam berwarna putih keperakan
2. Nomor atom 26 dan termasuk golongan logam
transisi (golongan VIII) dalam SPU.
3.
Berat atom 55,847 g/mol.
4. Titik leleh 1536oC dan titik
didih + 3000 oC.
5. Densitas 7,874 g/cm3 untuk
padatan murni.
Besi dalam larutan dapat
berada dalam bentuk ion Fe(II) dan Fe(III) (Considine dan Considine, 1984).
Garam-garam besi (II)
diturunkan dari besi (II) oksida atau FeO. Garam- garam ini dalam larutan
mengandung kation Fe2+ dan berwarna agak hijau. Ion besi (II)
dapat mudah dioksidasikan menjadi besi (III), sehingga merupakan zat pereduksi
kuat. Semakin kurang asam larutan itu, semakin nyata efek
tersebut baik dalam suasana basa, netral atau oksigen dari atmosfer, sehingga akan mengoksidasikan ion besi (II). Oleh karena itu larutan
besi (II) harus sedikit asam bila akan disimpan atau digunakan dalam jangka
waktu lama (Vogel, 1979). Besi (II) akan membentuk endapan besi (II) hidroksida
dalam suasana basa dan reaksinya :
Fe2+ + 2OH-
à Fe(OH)2
à 2Fe(OH)3
à Fe2O3
+ 3H2O
Endapan Fe(OH)2 membentuk FeO pada suhu rendah , reaksinya :
Fe(OH)2 à FeO + H2O
FeO dapat teroksidasi
sebagian menjadi Fe3O4 dan oksida tersebut stabil pada
suhu tinggi, reaksinya :
4FeO à Fe3O4 + Fe
(Patnaik, 2003)
Garam-garam besi (III)
diturunkan dari besi (III) oksida atau Fe2O3. Garam ini
bersifat lebih stabil daripada garam besi (II). Garam tersebut dalam larutan
berwarna kuning muda karena mengandung kation Fe3+.
Besi (III) akan membentuk
endapat besi (III) hidroksida dalam suasana basa, reaksi yang terjadi adalah :
Fe3+
+ 3OH- à Fe(OH)3
Fe(OH)3à Fe2O3 + 3H2O
Fe2O3
+ 6H+ à 2Fe3+ + 3H2O (Vogel, 1979)
Mineral oksida besi yang sering
ada dalam tanah adalah geotit (a-FeOOH), lepidokrosit (g-FeOOH), hematit (a-Fe2O3), maghemit (g-Fe2O3), dan ferihidrit (5Fe2O3.9H2O)
(Huang dan Schnitzer, 1986).
Reaksi pembentukan besi
oksida dari ion logam besi dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya pH dan
konsentrasi ion logam besi dalam larutan. Reaksi pembentukan besi oksida dari
larutan ion logam Fe2+ melalui pembentukan Fe(OH)2.
Pembentukan ini hanya dapat berlangsung dalam suasana basa atau netral. Hal
yang membedakan adalah pada suasana basa akan membentuk endapan
Fe(OH)2 yang berwarna hijau kehitaman, sedangkan pada suasan netral
hanya akan membentuk larutan berwarna kehijauan (green rust). Dalam suasana asam tidak dapat terbentuk Fe(OH)2
karena reaksi pembentukan besi oksida pada suasana asam hanya mungkin melalui
larutan ion logam Fe3+. Banyak sedikitnya ion logam besi baik
sebagai ion Fe2+ maupun Fe3+ dalam larutan yang dapat
membentuk besi oksida, tergantung dari besarnya kemampuan ion logam
besi tersebut untuk bereaksi dengan ion OH- dalam larutan. Semakin pekat konsentrasi, semakin besar kemampuan
untuk bereaksi. Ion besi sebagai Fe2+ dalam reaksi pembentukan besi
oksida dapat memberikan efek yang berbeda dalam suasana asam, netral maupun
basa, sehingga pengaruh pH dapat dikaji dengan lebih jelas. Garam besi (II)
sebagai FeCl2, karena memiliki kestabilan ikatan yang lebih rendah
dibandingkan dengan FeSO4, dengan urutan kekuatan ion yaitu Cl- < SO42-,
sehingga ikatan FeCl2 lebih mudah putus dan reaksi pembentukan besi
oksida lebih mudah berlangsung (Rochelle, Cornell dan Schwertmann, 2003). Konsentrasi ion Fe2+ yang
digunakan dalam penelitian berdasarkan harga Ksp Fe(OH)2 sebesar 4,8x
10-16 (Vogel, 1979), dengan memperhitungkan pada suasana netral
belum terjadi pembentukan endapan besi hidroksida.
Penelitian mengenai
pengembanan besi oksida ke dalam material yang memiliki kerangka aluminosilikat
telah banyak dilakukan, diantaranya pengembanan dalam material zeolit. Spesies
besi oksida yang teremban dalam zeolit tersebut antara lain FeO dan FeOOH
(Wahyuni, dkk, 2001) dan Fe2O3 (Bovin, Carlsson, Karlsson, Oku, Okamoto,
Ohnishi dan Terasaki, 1999). Proses pengembanan besi oksida ke dalam material
yang memiliki kerangka aluminosilikat dan silikat dapat melalui beberapa
tahapan dengan metode pengembanan yang sesuai. Metode yang dapat dilakukan
untuk proses pengembanan, salah satunya adalah pertukaran ion.
Pertukaran ion (ion exchange) adalah proses pertukaran
kation-kation dalam pori kristal pengemban dengan katalis logam dari
larutannya. Interaksi antara pengemban dengan larutan yang mengandung ion logam
akan membuat ion logam tersebut tertarik ke dalam sistem pori (Augustine,
1996). Pertukaran ion merupakan tahapan awal dalam proses pengembanan. Salah
satu reaksi pertukaran ion yang terjadi pada material jenis zeolit (Z-) adalah sebagai berikut
Na+(Z-)
+ Fe(OH)+ ↔ Fe(OH)+(Z-) + Na+ (Wahyuni, dkk, 2001)
Pendistribusian logam yang
diembankan agar merata dilakukan dengan tahapan pengeringan, kalsinasi,
oksidasi dan reduksi. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan pelarut yang
digunakan pada tahapan deposisi prekursor (penempelan logam pada permukaan
pengemban). Kalsinasi dimaksudkan untuk
membersihkan sampel dari
pengotor organik dan air. Sampel yang masih mengandung
air, akan mengakibatkan pertumbuhan kristal pada saat reduksi dan
dapat mengganggu dalam proses pengembanan. Oksidasi bertujuan agar logam (yang
diembankan) akan membentuk oksida yang terdistribusi lebih baik dalam
pengemban, karena pada saat kalsinasi, kemungkinan masih terjadi penumpukan
logam, yang menyebabkan dispersi logam tidak merata. Reduksi dapat mengubah
logam-logam yang telah teremban yang masih berupa senyawa-senyawa oksida maupun
senyawa garamnya menjadi logam murni. (Augustine, 1996).
Hasil analisis data XRD akan menunjukkan bahwa nanopartikel
besi oksida dapat diembankan pada zeolit. Hal ini diketahui dengan hilangnya
puncak dari zeolit (gambar 3 dan 4). Hilangnya puncak zeolit ini disebabkan
besi oksida yang terbentuk pada pori zeolit, mendesak kerangka aluminosilikat
pada zeolit. Puncak baru yang muncul (gambar 4) terkarakterisasi sebagai besi
oksida, yang teremban pada zeolit (Yee dan Yaacob, 2003).
mau tanya judul jurnal yang digunakan untuk sitasi wahyuni dkk, 2001 itu apa ya?
BalasHapusterima kasih