Rabu, 20 Februari 2013

Kuarsa


Kuarsa memiliki struktur kristal heksagonal (Considine dan Considine, 1984). Struktur kuarsa terdiri dari gabungan SiO4 tetrahedral yaitu setiap atom Si berikatan dengan empat atom oksigen dan tiap atom oksigen diikat oleh 2 atom silikon seperti yang terlihat pada gambar 1(a), sehingga menghasilkan struktur kerangka tiga dimensi silikat ( Smyth, 1998).


 

 


Gambar 1(a). Struktur kerangka  kuarsa
1(b). Struktur tetrahedral kuarsa

Gambar 1(a) menunjukkan setiap atom silikon berbagi dengan empat atom oksigen untuk saling berikatan membentuk tetrahedral dan setiap tetrahedral 1(b) saling berikatan pada sudut untuk membentuk kerangka tiga dimensi tetrahedral silikat (http://www.tamu-commerce.edu), sehingga kuarsa diklasifikasikan sebagai tektosilikat atau kerangka silikat ( Smyth, 1998).
Struktur kristal kuarsa dapat dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar X (XRD), seperti yang dinyatakan dalam gambar 2.  Metode analisis yang sering digunakan adalah metode Hanawalt. Metode ini didasarkan pada jarak d dari tiga intensitas puncak tertinggi dari pola difraksi suatu senyawa (http://capsicum.me.utexas.edu).



 
 Gambar 2. Pola difraksi sinar X pada sampel kuarsa (Smyth, 1998)

Puncak-puncak yang terdapat pada pola difraksi sampel tersebut dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif melalui perbandingan data puncak sampel tersebut dengan data JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standards) dalam bentuk JCPDS Powder Diffraction File untuk kuarsa. Hasil analisis menunjukkan 3 puncak tertinggi pada 2θ 20,82°, 26,62° dan 50,10°, serta d(Å) 4,263, 3,346 dan 1,189 merupakan puncak dari kuarsa (Smyth, 1998).
Kuarsa merupakan mineral yang sangat umum terdapat dalam bumi dan merupakan kelompok mineral yang cukup dominan. Golongan mineral ini diperkirakan membentuk hampir 64% dari kerak bumi. Kuarsa merupakan mineral yang terbentuk karena panas dan tekanan yang ada di dalam bumi(Considine dan Considine, 1984). Mineral silikat padat seperti kuarsa umumnya mempunyai struktur yang seragam, berpori, dan partikelnya mempunyai diameter 3,5 atau 10 µm (Skoog, D.A., Holler, F.J., and Nieman, T.A., 1998). Komposisi kuarsa terdiri dari SiO2 sebagai komposisi utama dan kation oksida logam seperti Na, K dan Ca pada permukaan kuarsa.
Sifat-sifat fisik kuarsa adalah sebagai berikut :
1. Berwarna putih , kuning, ungu, merah muda, coklat, kehijauan hingga tak berwarna.
2.   Nilai kekerasannya < 7,0 Mohs.
3.   Berat jenis atau bobot isi 2,6 – 2,7 g/cc.
4.   Titik lebur 1650 (±75) °C dan titik didih 2230 °C.
                                                                           (Considine dan Considine, 1984).
Kuarsa dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu:
1.   Kuarsa Kristalin
Kuarsa kristalin adalah kuarsa yang terjadi dalam kristal-kristal yang berbeda. Hal tersebut terjadi pada sejumlah kristal yang sejenis yang dibedakan oleh warna. Kelompok kuarsa kristalin antara lain sebagai berikut: rock crystal (kuarsa tak berwarna), amethyst (kuarsa violet atau ungu), rose quartz (kuarsa merah jambu), citrine (kuarsa kuning), smoky quartz (kuarsa coklat kehitaman), milky quartz (kuarsa putih susu), aventurine quartz, rutilated quartz, ametrine (kombinasi dari amethyst dan citrine), dan vermarine (prasiolite atau amethyst hijau).
2.   Kuarsa Kriptokristalin
Kuarsa kriptokristalin adalah kuarsa yang kristalnya berukuran mikroskopis dan bisa tidak tembus cahaya atau juga tembus cahaya. Jenis kuarsa kriptokristalin antara lain : agate, basanite, bloodstone, carnelian atau cornelian, chalcedony, chert, chrysoprase, flint, heliotrope, jasper, moss agate, onyx, plasma, prase, sard, sardonyx, chrysocolla quartz, fire agate, picture jasper atau scenic jasper, petrified dinosaur bone, petrified wood, tigereye dan turritella.
Kuarsa juga memiliki dua bentuk karena adanya pengaruh suhu yaitu :
1.      Low quartz (α-quartz), terbentuk pada suhu rendah (<573oC).
2.      High quartz (β-quartz), terbentuk pada suhu tinggi (573 oC - 870 oC)
                                                                               (Considine dan Considine, 1984)                                    
Keasaman kuarsa berkaitan dengan situs asam Brönsted dan situs asam Lewis dari suatu senyawa. Keasaman suatu padatan ditentukan oleh kemampuannya mengubah basa organik netral menjadi bentuk asam konjugasinya. Amonia (NH3) digunakan sebagai molekul uji keasaman suatu padatan, dengan basa organik teradsorp pada padatan yang terjadi melalui transfer proton dari situs asam Brönsted ke adsorbat membentuk NH4+, atau melalui transfer pasangan elektron dari molekul adsorbat ke situs asam Lewis (Satterfield, 1980). Keasaman kuarsa dapat ditentukan secara kuantitatif dengan metode adsorpsi uap amonia secara gravimetri.
Keasaman suatu mineral (kuarsa) dapat ditingkatkan dengan aktivasi. Aktivasi biasanya digunakan untuk melarutkan pengotor baik pengotor organik maupun anorganik yang menempel pada permukaan mineral. Larutnya pengotor organik dan anorganik menyebabkan permukaan mineral menjadi bersih dan luas. Aktivasi mineral biasanya dilakukan dengan larutan asam. Aktivator asam yang sering digunakan adalah HCl, H2SO4, HNO3 dan HF. Pada mineral aluminosilikat (misal: zeolit), aktivasi dapat menyebabkan dealuminasi dari kerangka aluminosilikat, yang akan membentuk SiOH (Breck, 1974). Seperti halnya mineral aluminosilikat, aktivasi pada kuarsa dapat membentuk situs aktif karena terputusnya kerangka silikat membentuk SiO-. Kerangka silikat yang terputus dan membentuk SiO- tersebut kemudian berikatan dengan H+ dari larutan asam membentuk SiOH. Kation (H+) yang berasal dari SiOH yang berfungsi sebagai kation penukar.
Penelitian mengenai aktivasi pada alofan dan zeolit telah dilakukan oleh Prowida (2003) dan Sulistiyono (2003). Aktivator yang digunakan adalah asam HCl. Hasilnya menunjukkan sifat-sifat kimia fisik yang lebih baik dibandingkan tanpa aktivasi. Peningkatan tersebut meliputi luas permukaan spesifik dan  keasaman serta pengurangan pengotor organik yang menyebabkan pori-pori pada zeolit lebih bersih dan terbuka. Penelitian lain  yang telah dilakukan Haryanti (2005), dengan melakukan aktivasi lempung jenis montmorillonite. Aktivasi dilakukan dengan asam H2SO4 pada montmorillonite sebelum dipilar. Hasilnya menunjukkan aktivasi dapat meningkatkan sifat kimia fisik montmorillonite dibandingkan tanpa aktivasi, serta dapat membuka pori dan menghomogenkan kation pada montmorillonite. Kajian aktivasi pada alofan telah dilakukan Adeleida (2003) dengan menggunakan HCl dan HF. Hasilnya menunjukkan aktivasi dengan asam HCl lebih efektif pada konsentrasi tinggi, sedangkan aktivasi dengan asam HF lebih efektif pada konsentrasi rendah. Penelitian yang dilakukan Saraswati (2003), dengan menggunakan asam HF sebagai aktivator zeolit, pada konsentrasi rendah. Hasilnya menunjukkan sifat kimia fisik yang lebih baik dibandingkan tanpa aktivasi.
Mineral jenis aluminosilikat (misal: zeolit) memiliki situs silikat dan situs aluminat. Situs aluminat pada permukaan mineral aluminosilikat, lebih mudah terhidrolisis dalam asam kuat dibandingkan dengan situs silikat (Casey, et all, 1991). Seperti halnya aluminosilikat, mineral silikat (kuarsa) memiliki situs silikat yang tidak mudah terhidrolisis dalam asam kuat. Selain itu HF merupakan asam pengaktif yang cukup kuat dan lebih sesuai untuk kuarsa dari asam mineral yang lain karena silika lebih reaktif terhadap larutan HF tetapi relatif tidak reaktif dengan asam pengaktif lain (Cotton, F.A., Wilkinson, G., dan Gaus, P.L., 1995). Oleh karena itu digunakan asam HF dalam penelitian, sebagai aktivator kuarsa. Hasil penelitian Adeleide (2003) dan Saraswati (2003) juga menunjukkan bahwa asam HF dapat digunakan sebagai aktivator mineral pada konsentrasi rendah. Dalam penelitian digunakan asam HF dengan konsentrasi 1M yang mewakili aktivator pada konsentrasi rendah, sedangkan asam HF dengan konsentrasi 4M mewakili aktivator pada konsentrasi tinggi.
Kristalinitas material silikat sebagai pengemban, dapat dipengaruhi oleh pH. Berdasarkan penelitian Baes dan Mesmer (1976) dalam Wahyuni, dkk (2001) dengan menggunakan material zeolit sebagai pengemban besi oksida menunjukkan pada daerah pH asam, terjadi penurunan kristalinitas zeolit, sedangkan pH netral  dan basa relatif tidak terjadi penurunan kristalinitas zeolit. Pada penelitian ini, dengan menggunakan material kuarsa sebagai pengemban besi oksida, digunakan  pH 5 yang mewakili pH asam, sedangkan pH 7  dan 9 mewakili pH netral dan basa. pH yang digunakan  bekerja dalam sistem buffer, agar pH yang digunakan lebih stabil. Pemilihan komposisi buffer untuk pH 5, 7 dan 9 didasarkan pada komposisi buffer tersebut masuk range pH yang digunakan (Dean, 1992), serta buffer tidak membentuk kompleks logam dengan ion Fe2+ (Vogel, 1979).
Berdasarkan uraian di atas, kuarsa merupakan salah satu material pengemban yang dapat digunakan sebagai pengemban logam besi dalam bentuk besi oksida.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar