Kamis, 28 Februari 2013

Fitoremediasi untuk menanggulangi Lingkungan yang tercemar Timbal


Pencemaran lingkungan di berbagai negara, termasuk Indonesia, sudah sangat kompleks dan mengkhawatirkan seiring dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan diberbagai bidang. Salah satu teknik dalam memperbaiki kualitas lingkungan yang tercemar adalah dengan teknik fitoremediasi. Menurut Priyanto & Prayitno (2006), fitoremediasi berasal dari kata phyto (asal kata Yunani phyton) yang berarti tumbuhan/tanaman (plant) dan kata remediation (asal kata Latin remediare = to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai: penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik.
Menurut Mangkoedihardjo (2005), bahwa proses fitoremediasi secara umum dibedakan berdasarkan mekanisme fungsi dan struktur tumbuhan. USEPA (1999, 2005) dan ITRC (2001) secara umum membuat klasifikasi proses sebagai berikut:
1.            Fitostabilisasi (phytostabilization); Akar tumbuhan melakukan imobilisasi polutan dengan cara mengakumulasi, mengadsorpsi pada permukaan akar dan mengendapkan presipitat polutan dalam zona akar. Proses ini secara tipikal digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik yang terkandung minyak yaitu sulfur, nitrogen, dan beberapa logam berat (sekitar 2-50% kandungan minyak).
2.            Fitoekstraksi/fitoakumulasi (phytoextraction/phytoaccumulation); Akar tumbuhan menyerap polutan dan selanjutnya ditranslokasi ke dalam organ tumbuhan. Proses ini cocok digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik seperti pada proses fitostabilisasi.
3.            Rizofiltrasi (rhizofiltration); Akar tumbuhan mengadsorpsi atau presipitasi pada zona akar atau mengabsorpsi larutan polutan sekitar akar ke dalam akar. Proses ini digunakan untuk bahan larutan yang mengandung bahan organik maupun anorganik.
4.            Fitodegradasi/fitotransformasi (phytodegradation/phytotransformation); gambar 5. Organ tumbuhan menguraikan polutan yang diserap melalui proses metabolisme tumbuhan atau secara enzimatik.
5.            Rizodegradasi (rhizodegradation/enhanced rhizosphere biodegradation/ phytostimulation/plant-assisted-bioremediation/degradation); Polutan yang diuraikan oleh mikroba dalam tanah, yang diperkuat/sinergis oleh ragi, fungi, dan zat-zat keluaran akar tumbuhan (eksudat) yaitu gula, alkohol, asam. Eksudat itu merupakan makanan mikroba yang menguraikan polutan maupun biota tanah lainnya. Proses ini tepat untuk dekontaminasi zat organik.
6.            Fitovolatilisasi (Phytovolatilization); Penyerapan polutan oleh tumbuhan dan dikeluarkan dalam bentuk uap cair ke atmosfer. Kontaminan bisa mengalami transformasi sebelum lepas ke atmosfer. Proses ini tepat digunakan untuk kontaminan zat-zat organik.
Tumbuhan hiperakumulator adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi. Batas hiperakumulator berbeda-beda bergantung pada jenis logamnya, misalnya kadmium 0,01% (100 mg/kg BK) sedangkan kobalt, tembaga dan timbal adalah 0,1% (1.000 mg/kg BK) serta seng dan mangan adalah 1% (10.000 mg/kg BK). Laporan pertama mengenai adanya tumbuhan hiperakumulator muncul pada tahun 1948 oleh Minguzzi dan Vergnano, yang menemukan kadar nikel setinggi 1,2% dalam daun Alyssum bertolonii. Sejak itu, terutama dengan mengandalkan analisis mikro terhadap spesimen herbarium, diketahui ada 435 taxa tumbuhan hiperakumulator logam yang tumbuh tersebar di lima benua dan semua wilayah iklim (Baker, 1999 dalam Priyanto & Prayitno, 2006).
Menurut Fitter (1982) dalam Arisandi (2001), mekanisme yang mungkin dilakukan oleh tumbuhan untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah:
1.      Penanggulangan (ameliorasi); untuk meminimumkan pengaruh toksin terdapat empat pendekatan, yaitu :
a.       Lokalisasi (intraseluler atau ekstraseluler); biasanya pada organ akar.
b.      Ekskresi; secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan pengguguran daun.
c.       Dilusi (melemahkan); melalui pengenceran.
d.      inaktivasi secara kimia; mekanisme pembentukan kompleks logam sering dijumpai pada tumbuhan, seperti pada tembaga (Cu) yang biasanya mengalami translokasi pembentukan kelat dengan asam-asam poliamino-polikarboksilik.
2.      Toleransi; tumbuhan mengembangkan sistem metabolik yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksik.

Fitoremediasi Lingkungan Tercemar Pb
Berbagai penelitian fitoremediasi telah banyak dilaksanakan dalam usaha memperbaiki kualitas lingkungan yang tercemar logam Pb. Beberapa diantaranya dilakukan pada lingkungan perairan. Seperti dilaporkan Moenandir & Hidayat (1993) dalam Sitorus (2007) bahwa, kangkung air (Ipomea aquatic) ternyata dapat meningkatkan mutu air yang tercemar oleh air limbah dan mampu menyerap logam berat yang terlarut dalam media tumbuh. Hasil penelitian mereka terhadap air limbah tekstil, obat-obatan,  pabrik roti dan aquadest mampu menurunkan kadar logam Pb 0,92 ppm. Hasil penelitian Osmolovskaya & Kurilenko (2005) menemukan bahwa beberapa jenis makrofita mampu berperan dalam fitoremediasi terhadap Pb. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Elodea Canadensis, Ceratophyllum demersum L., dan Potamogeton natans L. mampu menyerap Pb dalam air masing-masing sebesar 27,4 , 10, 7 dan 9,3 mg kg -1 DW.
Sedangkan yang dilaporkan oleh Liao & Chang (2004), bahwa eceng gondok (Eichhornia crassipes) memiliki kemampuan dalam menyerap Pb. Selama penelitan mereka yang dilakukan di perairan Erh-Chung wetland menunjukkan bahwa eceng gondok mampu menyerap Pb sebesar 542 mg/m2 dengan kapasitas penyerapan sebesar 5,4kg/ha. Pengukuran kandungan Pb ini dilakukan terhadap jaringan tanaman, media air dan sedimen. Hal ini dilakukan karena adanya korelasi antara kandungan Pb di dalam jaringan tanaman dan media tumbuh. Menurut Wilson (1988) dalam Arisandi (2001), bahwa logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen. Materi organik dalam sedimen dan kapasitas penyerapan logam sangat berhubungan dengan ukuran partikel dan luas permukaan penyerapan, sehingga konsentrasi logam dalam sedimen biasanya dipengaruhi ukuran partikel dalam sedimen.
Menurut Reddy (1990) dalam Sitorus (2007), kehadiran tanaman air di dalam kolam pengolahan sangat potensial untuk menyaring dan menyerap bahan yang terlarut di dalam limbah seperti logam–logam berat (Hg, Pb, Cn, Mn, Mg dan lain-lain), melangsungkan pertukaran dan penyerapan ion, serta memelihara kondisi perairan dari pengaruh angin, sinar matahari dan suhu. Selain itu tanaman air juga aman, relatif sederhana dan murah.
Tanaman air seperti eceng gondok dan kangkung air, yang tampak tidak memiliki nilai ekonomis tinggi, ternyata memiliki kemampuan sebagai tumbuhan yang berperan dalam mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan perairan akibat Pb secara biologis (misalnya fitoremediasi) merupakan metode yang sangat efektif, disamping mudah, murah, memberikan manfaat yang besar, juga relatif tidak menimbulkan dampak sampingan.
Menurut Priyanto & Prayitno (2006), usaha untuk meningkatkan akumulasi logam berat, khususnya Pb, telah dilakukan di beberapa laboratorium. Ilya Raskin dan kolega di AgBiotech Center berusaha menaikkan tingkat akumulasi Pb oleh Brassica juncea dengan memberikan zat pengkhelat ke dalam tanah. Hasilnya menunjukkan, bahwa dengan memberikan khelator EDTA ke dalam tanah yang mengandung 600 mg Pb/kg, tumbuhan Brassica juncea mampu mengakumulasi Pb hingga 1,5% biomassanya. Dengan demikian bila dianggap hasil biomassa adalah 12 t/ha, maka sebanyak 180 kg Pb/ha dapat diambil dari dalam tanah. Untuk mencapai hasil yang tinggi ini tambahan biaya untuk pemberian EDTA diperhitungkan sekitar US$7,50/t tanah yang digarap.
Menurut Homaee (2006) bahwa, tanaman lobak (Rhaphanus sativa L.) mampu berperan dalam fitoremediasi logam Pb. Konsentrasi maksimum Pb di dalam akar yaitu sebesar 440 µg/gr, sedangkan di dalam daun sebesar 42 µg/gr. Dalam penelitian ini terlihat bahwa lobak berperan dalam proses fitoekstraksi. Sedangkan yang dilaporkan oleh Huang, dkk. (1997), bahwa, tanaman jagung (Zea mays L.) dan kacang kapri (Pisum sativum L.) dapat menyerap Pb. Melalui penambahan EDTA di dalam tanah meningkatkan konsentrasi Pb di dalam pucuk kedua tumbuhan tersebut dari sekitar 500 mg/kg menjadi 10.000 mg/kg dimana kandungan Pb di dalam tanah lebih kurang 2.500 mg/kg.
Dari hasil yang diperoleh di atas menunjukkan bahwa tanaman-tanaman pangan ternyata mampu berperan dalam fitoremediasi terhadap tanah yang tercemar Pb. Hal ini menuntut kita untuk lebih waspada dalam mengkonsumsi hasil dari tanaman-tanaman tersebut. Untuk menghindari terjadinya akumulasi logam-logam berat berbahaya (seperti Pb) di dalam tanaman pangan perlu dikaji lebih mendalam mengenai komposisi media tanam (tanah), pestisida maupun pupuk. Dalam proses perbaikan lingkungan dengan teknik fitoremediasi tidak dianjurkan menggunakan tumbuhan yang dikonsumsi, sebab dapat membahayakan kesehatan manusia jika tumbuhan tersebut dikonsumsi.
 Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat yang berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.  Pb masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum, makanan atau udara, yang dapat menyebabkan gangguan pada organ seperti gangguan neurologi (syaraf), ginjal, sistem reproduksi, sistem hemopoitik serta sistem syaraf pusat (otak) terutama pada anak yang dapat menurunkan tingkat kecerdasan. Pb dihasilkan dari berbagai kegiatan, seperti kegiatan industri (industri pengecoran maupun pemurnian, industri battery, industri bahan bakar, industri kabel serta industri bahan pewarna), sisa pembakaran kendaraan bermotor dan penambangan.
Fitoremediasi merupakan suatu teknik dimana tanaman tertentu, secara sendiri atau bekerjasama dengan mikroorganisme dalam media (tanah, koral dan air), dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi. Fitoremediasi menggunakan tumbuhan yang bersifat hiperakumulator. Tumbuhan hiperakumulator terhadap Pb adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan Pb di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi.
Berbagai jenis tanaman dapat berperan dalam fitoremediasi, baik itu tanaman pangan ataupun nonpangan. Untuk menghindari terjadinya akumulasi logam berat Pb di dalam tanaman pangan perlu dikaji lebih mendalam mengenai komposisi media tanam (tanah), pestisida maupun pupuk. Sedangkan untuk pemanfaatan teknik fitoremediasi terhadap lingkungan tercemar Pb sebaiknya menggunakan tanaman nonpangan. Beberapa jenis tanaman nonpangan yang tumbuh di air dan di tanah memiliki kemampuan sebagai tanaman hiperakumulator terhadap Pb. Untuk itu teknik fitoremediasi dapat digunakan dalam rangka memperbaiki lingkungan yang terindikasi adanya perncemaran Pb.


Timbal


Timbal atau Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5°C dan titik didih 1.740°C pada tekanan atmosfer. Senyawa Pb-organik seperti Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil merupakan senyawa yang penting karena banyak digunakan sebagai zat aditif pada bahan bakar bensin dalam upaya meningkatkan angka oktan secara ekonomi. Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil berbentuk larutan dengan titik didih masing-masing 110°C dan 200°C. Karena daya penguapan kedua senyawa tersebut lebih rendah dibandingkan dengan daya penguapan unsur-unsur lain dalam bensin, maka penguapan bensin akan cenderung memekatkan kadar Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil. Kedua senyawa ini akan terdekomposisi pada titik didihnya dengan adanya sinar matahari dan senyawa kimia lain diudara seperti senyawa holegen asam atau oksidator (Anonim, 2008).
Pb dalam batuan berada pada struktur silikat yang menggantikan unsur kalsium/Ca, dan baru dapat diserap oleh tumbuhan ketika Pb dalam mineral utama terpisah oleh proses pelapukan. Pb di dalam tanah mempunyai kecenderungan terikat oleh bahan organik dan sering terkonsentrasi pada bagian atas tanah karena menyatu dengan tumbuhan, dan kemudian terakumulasi sebagai hasil pelapukan di dalam lapisan humus. Diperkirakan 95% Pb dalam sedimen (nonorganik dan organik) dibawa oleh air sungai menuju samudera. Pb relatif dapat melarut dalam air dengan pH < 5 dimana air yang bersentuhan dengan timah hitam dalam suatu periode waktu dapat mengandung > 1 μg Pb/dm3; sedangkan batas kandungan dalam air minum adalah 50 μg Pb/dm3 (Herman, 2006).
Pembakaran Pb-alkil sebagai zat aditif pada bahan bakar kendaraan bermotor merupakan bagian terbesar dari seluruh emisi Pb ke atmosfer. Berdasarkan estimasi sekitar 80–90% Pb di udara ambien berasal dari pembakaran bensin, tidak sama antara satu tempat dengan tempat lain karena tergantung pada kepadatan kendaraan bermotor dan efisiensi upaya untuk mereduksi kandungan Pb pada bensin. Penambangan dan peleburan batuan di beberapa wilayah sering menimbulkan masalah pencemaran. Tingkat kontaminasi Pb di udara dan air sekitar wilayah tersebut tergantung pada jumlah Pb yang diemisikan, tinggi cerobong pembakaran limbah, topografi dan kondisi lokal lainnya. Peleburan Pb sekunder, penyulingan, industri senyawa dan barang-barang yang mengandung Pb, dan insinerator juga dapat menambah emisi Pb ke lingkungan. Kegiatan berbagai industri yang terutama menghasilkan besi dan baja, peleburan tembaga dan pembakaran batubara, harus dipandang sebagai sumber yang dapat menambah emisi Pb ke udara. Penggunaan pipa air yang mengandung Pb dirumah tangga terutama pada daerah yang kesadahan airnya rendah (lunak) dapat menjadi sumber pemajanan Pb pada manusia. Demikian juga didaerah dengan banyak rumah tua yang masih menggunakan cat yang mengandung Pb dapat menjadi sumber pemajanan Pb (Anonim, 2008).
Pb yang terhirup oleh manusia setiap hari akan diserap, disimpan dan kemudian disimpan dalam darah. Bentuk Kimia Pb merupakan faktor penting yang mempengaruhi sifat-sifat Pb di dalam tubuh. Komponen Pb organik misalnya tetraethil Pb segera dapat terabsorbsi oleh tubuh melalui kulit dan membran mukosa. Pb organik diabsorbsi terutama melalui saluran pencernaan dan pernafasan dan merupakan sumber Pb utama di dalam tubuh. Tidak semua Pb yang terisap atau tertelan ke dalam tubuh akan tertinggal di dalam tubuh. Kira-kira 5-10 % dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan kira-kira 30 % dari jumlah yang terisap melalui hidung akan diabsorbsi melalui saluran pernafasan akan tinggal di dalam tubuh karena dipengaruhi oleh ukuran partikel-partikelnya. Di dalam tubuh Pb dapat menyebabkan keracunan akut maupun keracunan kronik (Santi, 2001).
Jumlah Pb minimal di dalam darah yang dapat menyebabkan keracunan berkisar antara 60-100 mikro gram per 100 ml darah. Pada keracunan akut biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau menghirup uap Pb tersebut. Gejala-gejala yang timbul berupa mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal bahkan kematian dapat terjadi dalam 1-2 hari. Kelainan fungsi otak terjadi karena Pb ini secara kompetitif menggantikan mineral-mineral utama seperti seng, tembaga, dan besi dalam mengatur fungsi mental kita. Keracunan timbal kronik menimbulkan gejala seperti depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, gelisah, daya ingat menurun, sulit tidur, halusinasi dan kelemahan otot. Susunan saraf pusat merupakan organ sasaran utama timbal. Menurut penelitian dr M. Erikson menunjukkan bahwa wanita hamil yang memiliki kadar timbal tinggi dalam darahnya ternyata 90 % dari simpanan timbal pada tubuhnya dialirkan kepada janin melalui plasenta, dimana keracunan pada janin mempengaruhi intelektual dan tingkah laku anak di kemudian hari (Santi, 2001). Menurut Sudarmaji, dkk., (2006), paparan bahan tercemar Pb dapat menyebabkan gangguan pada organ seperti gangguan neurologi, gangguan fungsi ginjal, gangguan sistem reproduksi, gangguan sistem hemopoitik dan gangguan sistem syaraf.

Rabu, 27 Februari 2013

Desalinasi


Desalinasi adalah proses pemisahan yang digunakan untuk mengurangi kandungan garam terlarut dari air garam hingga level tertentu sehingga air dapat digunakan. Proses desalinasi melibatkan tiga aliran cairan, yaitu umpan berupa air garam (misalnya air laut), produk bersalinitas rendah, dan konsentrat bersalinitas tinggi. Produk proses desalinasi umumnya merupakan air dengan kandungan garam terlarut kurang dari 500 mg/l, yang dapat digunakan untuk keperluan domestik, industri, dan pertanian. Hasil sampingan dari proses desalinasi adalah brine. Brine adalah larutan garam berkonsentrasi tinggi (lebih dari 35000 mg/l garam terlarut).
Distilasi merupakan metode desalinasi yang paling lama dan paling umum digunakan. Distilasi adalah metode pemisahan dengan cara memanaskan air laut untuk menghasilkan uap air, yang selanjutnya dikondensasi untuk menghasilkan air bersih. Berbagai macam proses distilasi yang umum digunakan, seperti multistage flash, multiple effect distillation, dan vapor compression umumnya menggunakan prinsip mengurangi tekanan uap dari air agar pendidihan dapat terjadi pada temperatur yang lebih rendah, tanpa menggunakan panas tambahan.
Metode lain desalinasi adalah dengan menggunakan membran. Terdapat dua tipe membran yang dapat digunakan untuk proses desalinasi, yaitu reverse osmosis (RO) dan electrodialysis (ED). Pada proses desalinasi menggunakan membran RO, air pada larutan garam dipisahkan dari garam terlarutnya dengan mengalirkannya melalui membran water-permeable. Permeate dapat mengalir melalui membran akibat adanya perbedaan tekanan yang diciptakan antara umpan bertekanan dan produk, yang memiliki tekanan dekat dengan tekanan atmosfer. Sisa umpan selanjutnya akan terus mengalir melalui sisi reaktor bertekanan sebagai brine. Proses ini tidak melalui tahap pemanasan ataupun perubahan fasa. Kebutuhan energi utama adalah untuk memberi tekanan pada air umpan. Desalinasi air payau membutuhkan tekanan operasi berkisar antara 250 hingga 400 psi, sedangkan desalinasi air laut memiliki kisaran tekanan operasi antara 800 hingga 1000 psi.
Dalam praktiknya, umpan dipompa ke dalam container tertutup, pada membran, untuk meningkatkan tekanan. Saat produk berupa air bersih dapat mengalir melalui membran, sisa umpan dan larutan brine menjadi semakin terkonsentrasi. Untuk mengurangi konsentrasi garam terlarut pada larutan sisa, sebagian larutan terkonsentrasi ini diambil dari container untuk mencegah konsentrasi garam terus meningkat.
Reverse osmosis (Osmosis terbalik) adalah sebuah istilah teknologi yang berasal dari osmosis. Osmosis adalah sebuah fenomena alam dalam sel hidup di mana molekul "solvent" (biasanya air) akan mengalir dari daerah berkonsentrasi rendah ke daerah Berkonsentrasi tinggi melalui sebuah membran semipermeabel. Membran semipermeabel ini menunjuk ke membran sel atau membran apa pun yang memiliki struktur yang mirip atau bagian dari membran sel. Gerakan dari "solvent" berlanjut sampai sebuah konsentrasi yang seimbang tercapai di kedua sisi membran.
Reverse osmosis adalah sebuah proses pemaksaan sebuah solvent dari sebuah daerah konsentrasi "solute" tinggi melalui sebuah membran ke sebuah daerah "solute" rendah dengan menggunakan sebuah tekanan melebihi tekanan osmotik. Dalam istilah lebih mudah, reverse osmosis adalah mendorong sebuah solusi melalui filter yang menangkap "solute" dari satu sisi dan membiarkan pendapatan "solvent" murni dari sisi satunya.
Reverse osmosis merupakan suatu metode pembersihan melalui membran semi permeable. Pada proses membran, pemisahan air dari pengotornya didasarkan pada proses penyaringan dengan skala molekul, dimana suatu tekanan tinggi diberikan melampaui tarikan osmosis sehingga akan memaksa air melalui proses osmosis terbalik dari bagian yang memiliki kepekatan tinggi ke bagian yang mempunyai kepekatan rendah. Selama proses tersebut terjadi, kotoran dan bahan yang berbahaya akan dibuang sebagai air tercemar (limbah). Molekul air dan bahan mikro yang berukuran lebih kecil dari Reverse Osmosis akan tersaring melalui membran. Di dalam membran Reverse Osmosis tersebut terjadi proses penyaringan dengan ukuran molekul, yakni partikel yang molekulnya lebih besar daripada molekul air misalnya molekul garam, besi dan lainnya, akan terpisah dan dalam membran osmosis balik harus mempunyai persyaratan tertentu, misalnya kekeruhan harus nol, kadar besi harus <0,1>.

Instalasi desalinasi dengan metode reverse osmosis di Barcelona
Sistem RO terdiri dari 4 proses utama, yaitu (1) pretreatment, (2) pressurization, (3) membrane separation, (4) post teatment stabilization:

Desalinasi dengan RO
1.      Pretreatment: Air umpan pada tahap pretreatment disesuaikan dengan membran dengan cara memisahkan padatan tersuspensi, menyesuaikan pH, dan menambahkan inhibitor untuk mengontrol scaling yang dapat disebabkan oleh senyawa tetentu, seperti kalsium sulfat.
2.      Pressurization: Pompa akan meningkatkan tekanan dari umpan yang sudah melalui proses pretreatment hingga tekanan operasi yang sesuai dengan membran dan salinitas air umpan.
3.      Separation: Membran permeable akan menghalangi aliran garam terlarut, sementara membran akan memperbolehkan air produk terdesalinasi melewatinya. Efek permeabilitas membran ini akan menyebabkan terdapatnya dua aliran, yaitu aliran produk air bersih, dan aliran brine terkonsentrasi. Karena tidak ada membran yang sempurna pada proses pemisahan ini, sedikit garam dapat mengalir melewati membran dan tersisa pada air produk. Membran RO memiliki berbagai jenis konfigurasi, antara lain spiral wound dan hollow fine fiber membranes.

Tipe membran RO
4.      Post Teatment Stabilization: Air produk hasil pemisahan dengan membran biasanya membutuhkan penyesuaian pH sebelum dialirkan ke sistem distribusi untuk dapat digunakan sebagai air minum. Produk mengalir melalui kolom aerasi dimana pH akan ditingkatkan dari sekitar 5 hingga mendekati 7 (Shofnita, 2009).
Sistem pretreatment yang mendukung sistem RO umumnya terdiri dari tangki pencampur (mixing tank), saringan pasir cepat (rapid sand filter), saringan untuk besi dan mangan (Iron & manganese filter) dan yang terakhir adalah sistem penghilang warna (colour removal).
Tabel 1. Pandual Kualitas Air Hasil Pengolahan Sistem RO

Sumber: Herlambang
Keunggulan teknologi osmosis terbalik merupakan kecepatan proses pengolahan dalam memproduksi air bersih. Teknologi ini menggunakan tenaga pompa sehingga bisa memaksa produksi air keluar lebih banyak. Secara proses, sistem pengolahan osmosis ini menggunakan membran sebagai pemisah air dengan pengotornya. Pada proses dengan membran, pemisahan air dari pengotornya didasarkan pada proses penyaringan dengan skala molekul. Hal ini dilakukan karena di dalam proses desalinasi air laut dengan sistem osmosis balik, tidak memungkinkan untuk memisahkan seluruh garam dari air lautnya. Karena akan membutuhkan tekanan yang sangat tinggi sekali (Anonymous, 2009).
Untuk menghasilkan air tawar, air asin atau air laut dipompa dengan tekanan tinggi ke dalam suatu modul membran osmosis balik yang mempunyai dua buah pipa keluaran, yakni pipa keluaran untuk air tawar yang dihasilkan dan pipa keluaran untuk air garam yang telah dipekatkan. Kemudian di dalam membran osmosis balik tersebut terjadi proses penyaringan dengan ukuran molekul. Yaitu pemisahan partikel yang molekulnya lebih besar dari pada molekul air, misalnya molekul garam dan lainnya, ke dalam air buangan. Karena itu air yang akan masuk ke dalam membran osmosa balik harus mempunyai persyaratan tertentu, misalnya kekeruhan harus nol, kadar besi harus kurang dari 0,1 mili gram, densitas ph juga harus dikontrol agar tidak terjadi pengerakan kalsium karbonat dan lainnya.
Inilah yang menjadi kelemahan dari teknologi ini. Yaitu penyumbatan pada selaput membran oleh bakteri dan kerak kapur atau fosfat. Yang umum terdapat dalam air asin atau laut. Untuk mengatasi kelemahannya, pada unit pengolah air osmosa balik selalu dilengkapi dengan unit anti pengerakkan dan anti penyumbatan oleh bakteri (Anonymous, 2009).
Untuk menghasilkan air bersih dari air laut ini dibutuhkan energi listrik sebesar 4,72 kilowatt jam per meter kubik. Sekarang ini rata-rata listrik per kilowatt jam mencapai harga Rp 1.000. Produksi air bersih dari proses desalinasi bisa bersaing dengan tarif air bersih kelas komersial yang mencapai Rp 12.500 per meter kubik. Bahkan, tarif air bersih industri mencapai Rp 15.000 per meter kubik. Nilai produksi air bersih dengan teknologi desalinasi yang dikembangkan sekarang mampu menekan harga hingga Rp 9.000 per meter kubik (Alamendah, 2010).
Dengan memanfaatkan air laut dan mengolahnya sebagai air minum berarti juga mengurangi pemakaian air bawah tanah yang diyakini sebagai penyebab utama penurunan tanah di berbagai tempat terutama di Jakarta. Bahkan, tingkat penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan di Jakarta, membuat kita was-was akan bahaya tenggelamnya ibu kota negara kita dalam beberapa puluh tahun kedepan.
Dengan desalinasi, air laut atau air payau yang diproses dengan reverse osmosis diubah menjadi air bersih sehingga dapat menjawab masalah krisis ketersediaan air bersih bagi masyarakat pesisir. Dengan memanfaatkan air laut sebagai air bersih dapat mencegah terjadinya penurunan tanah yang sewaktu – waktu dapat terjadi jika kita terus - menerus menggunakan air tanah.

Selasa, 26 Februari 2013

Prediksi Longsor


Kecepatan gerak tanah longsor bermacam-macam antara yang sangat perlahan (kurang dari 6 centimeter per tahun) hingga yang luar biasa cepatnya (lebih dari 3 meter per detik). Lantaran inilah barangkali kemampuan kita untuk melacak gejala dan meramalkannya pun berbeda-beda. Bila yang dimaksud adalah ramalan akurat dan pasti sangat sulit dibuat. Kapan dan seberapa besar daya kelongsoran akan sulit diperkirakan sekalipun adanya situasi pemicu yang kuat ramalan akan terjadi hujan lebat, adanya kegiatan seismik dsb. Berpadu dengan pengamatan kelongsoran tanah – mungkain bisa menjadi panduan memperkirakan kemungkinan waktu (secara garis besar) dan dampak-dampak yang mungkin timbul.Untuk memperkirakan terjadinya kelongsoran diperlukan data-data geologi (hejadian struktur, kandungan dan proses perkembangan bumi) geomorfologi (kajian tentang bentuk-bentuk permukaan tanah) hidrologi (hajian tentang daur peredaran air) dan flora didaerah tertentu.   
Data Geologis Ada dua aspek geologis yang penting artinya untuk menilai kestabilan tanah dan meramalkan terjadinya kelongsoran : (1) Litologi – kajian tentang ciri-ciri batuan – kandungannnya, tampilan permukaan / teksturnya atau berbagai ciri lain – yang akan mempengaruhi pembawaan batu itu. Semua ciri akan menentukan kekuatan, daya bentuk, kepekaan terhadap bahan kimia dan pengolahan fisik, serta berbagai faktor penentu kestabilan lereng. (2) Struktur batuan dan tanah – tampilan – tampilan struktural yang mungkin mempengaruhi kestabilannya, termasuk urutan dan  corak lapisan, perubahan-perubahan litologis, bentangan-bentangan titik-titik pertemuan / persendian antar bagian, patahan / sesar dan lipatan.  
Geomorfologis Data geomorfologis terpenting utnuk membantu meramalkan tanah longsor adalah sejarah kelongsoran tanah di daerah yang teliti. Faktor-faktor penting lainnya mencakup kemiringan / kecuraman sehubungan dengan kekuatan bahan-bahan yang membentuknya serta aspek arah itu dan bentuk kemiringannya.  
Hidrologis dan Klimatologis Kajian tentang smber, gerakan, jumlah dan tekanan air di daerah itu harus dilakukan. Demikian pula cuaca (khusus, jangka pendek) dan iklim (umum,jangka panjang) perlu dikaji. Pola-pola iklim bertemu corak-corak tanah bisa menimbulkan berbagai jenis kelongsoran yang berbeda-beda. Umpamanya musim hujan di daerah tropis seperti Indonesia dapat menyebabkan aliran batu, tanah dan limbah organik dalam jumlah besar.  Flora Tanaman-tanaman yang menumbuhi lereng bisa menyumbangkan pengaruh positif atau justru sebaliknya negatif terhadap ketangguhan lereng itu. Akar-akar tumbuhan mungkin akan menahan air dan meningaktkan ketahanan tanah namun bisa juga malah memperlebar patahan / sesar-patahan / sesar batu dan mendorong masuknya air yang menyebabkan pencairan dan pelongsoran.  

Spektrofotometer Serapan Atom


Peristiwa serapan atom pertama kali diamati Fraunhoer, ketika menelaah garis – garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara – cara spektrografik. Beberapa cara ini sulit dan memakan waktu. Kemudian digantigan dengan spekroskopi serapan atom (SSA). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spekroskopi emisi konversional, pada metode konversional emisi tergantung pada sumber eksitasi, bila eksitasi dilakukan secara termal maka ia akan tergantung pada temperature sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik, dan eksitasi secara serentak terjadi pada berbagai spesies dalam suatu campuran. Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsur-unsur dengan tingkat energi eksitasi yang rendah dapat dimungkinkan, tentu saja perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada temperatur. Metode serapan sangatlah spesifik, logam – logam yang membentuk campuran komplek dapat dianalisa dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energy yang besar (Khopkar, 1990).
Prinsip Dasar Analisa Spektrofotometer Serapan Atom
            Prinsip penentuan metode ini didasarkan pada penyerapan energi radiasi oleh atom – atom netral pada keadaan dasar, dengan panjang gelombang tertentu yang menyebabkan tereksitasinya dalam berbagai tingkat energi. Keadaan eksitasi ini tidak stabil dan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Sumber radiasi tersebut dikenal sebagai lampu katoda berongga.
Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom
  • Sumber Radiasi
            Suatu sumber radiasi yang digunakan harus memancarkan spektrum atom dari unsur  yang ditentukan. Spektrum atom yang dipancarkan harus terdiri dari garis tajam yang mempunyai setengah lebar yang sama dengan garis serapan yang dibutuhkan oleh atom – atom dalam contoh. Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hallow chatode lamp). Untuk penetapan apa saja yang diminta, lampu katoda berongga yang digunakan mempunyai sebuah katoda pemancar yang terbuat dari unsure yang sama yang akan dipelajari dalam nyala ini (Bassett dkk, 1994).

  • Nyala
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Untuk spekroskopi nyala suatu persyaratan yang penting adalah bahwa nyala yang dipakai hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari 20000K. Konsentrasi atom – atom dalam bentuk gas dalam nyala, baik dalam keadaan dasar maupun keadaan tereksitasi, dipengaruhi oleh komposisi nyala.
Komposisi nyala asitilen – udara sangat baik digunakan untuk lebih dari tiga puluh unsur sedangkan komposisi nyala propana – udara disukai untuk logam yang mudah diubah menjadi uap atomik. Untuk logam seperti aluminium (Al) dan titanium (Ti) yang membentuk oksida refraktori temperatur tinggi dari nyala asitilen-NO sangat perlu, dan sensitivitas dijumpai bila nyala kaya akan asitilen (Basset dkk, 1994).
  • Sistem Pembakar – Pengabut (Nebulizer)
Tujuan sistem pembakar – pengabut adalah untuk mengubah larutan uji menjadi atom – atom dalam bentuk gas. Fungsi pengabut adalah menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji. Larutan yang akan dikabutkan ditarik ke dalam pipa kapiler oleh aksi semprotan udara yang ditiupkan melalui ujung kapiler, diperlukan aliran gas bertekanan tinggi untuk menghasilkan aerosol yang halus (Basset dkk, 1994).
  • Monokromator
Dalam spekroskopi serapan atom fungsi monokromator adalah untuk memisahkan garis resonansi dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Dalam kebanyakan instrument komersial digunakan kisi difraksi karena sebaran yang dilakukan oleh kisi seragam daripada yang dilakukan oleh prisma dan akibatnya instrument kisi dapat memelihara daya pisah yang lebih tinggi sepanjang jangka panjang gelombang yang lebih besar (Braun, R.D., 1982).
  • Detektor
Detektor pada spektrofotometer absorpsi serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer serapan atom yang umum dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT-Photo Multiplier Tube Detektor) (Mulja. 1997).
  • Read out
Read out merupakan sistem pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang mengambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Braun, R.D, 1992).

Hormon


Hormon adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin (kelenjar buntu). Hormon berfungsi mengatur pertumbuhan, reproduksi, tingkah laku, keseimbangan, dan metabolisme. Hormon masuk ke dalam peredaran darah menuju organ target. Jumlah yang dibutuhkan sedikit namun mempunyai kemampuan kerja yang besar dan lama pengaruhnya karena hormon mempengaruhi kerja organ dan sel (Faisal, 2011).
Hormon disebut juga substansi kimia spesifik yang dihasilkan oleh kelenjar tubuh (glandula endrokrin) yang langsung dicurahkan masuk ke dalam aliran darah dan dibawa ke jaringan tubuh untuk membantu dan mengatur fungsi fisiologisnya (Sturkie, 1987).
Semua hormon bersifat khas dan selektif dalam pengaruhnya terhadap organ sasaran yang ditentukan secara genetik. Organ sasaran segera bereaksi terhadap suatu hormon tertentu untuk menghasilkan zat atau perubahan-perubahan sebagaimana yang telah diprogramkan secara genetik (Nalbandov, 1964).
Ciri- ciri dari hormon adalah:
         1.         Diproduksi dan disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar endokrin dalam jumlah sangat kecil.
         2.         Mengadakan interaksi dengan reseptor khusus yang terdapat di sel target.
         3.         Memiliki pengaruh mengaktifkan enzim khusus.
         4.         Memiliki pengaruh tidak hanya terhadap satu sel target, tetapi dapat juga mempengaruhi beberapa sel target berlainan (Faisal, 2011).
         5.         Faktor yang mempengaruhi kerja hormon pada organ sasaran :
         6.         Kecepatan sintesis hormon dan sekresi hormon dan kelenjarnya.
         7.         Sistem transportasi hormon di dalam plasma (spesifik carrier protein).
         8.         Reseptor hormon khusus yang terdapat pada organ sasaran yang berbeda dengan letak reseptornya.
         9.         Kecepatan degradasi hormon.
       10.       Kecepatan perubahan hormon dari bentuk inaktif menjadi bentuk yang aktif.
       11.       Jarak
Perubahan dari salah satu faktor di atas merupakan perubahan dari jumlah aktivitas pada organ sasaran.
Hormon dapat diklasifikasikan melalui berbagai cara yaitu menurut komposisi kimia, sifat kelarutan, lokasi reseptor dan sifat sinyal yang mengantarai kerja hormon di dalam sel.
Klasifikasi hormon berdasarkan senyawa kimia pembentuknya:
         1.         Golongan Steroid → turunan dari kolestrerol.
         2.         Golongan Eikosanoid yaitu dari asam arachidonat.
         3.         Golongan derivat asam amino dengan molekul yang kecil → Thyroid, Katekolamin.
         4.         Golongan Polipeptida/Protein → Insulin, Glukagon, GH, TSH.
Berdasarkan sifat kelarutan molekul hormon:
         1.         Lipofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam lemak
         2.         Hidrofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam air
Berdasarkan lokasi reseptor hormon:
         1.         Hormon yang berikatan dengan hormon dengan reseptor intraseluler
         2.         Hormon yang berikatan dengan reseptor permukaan sel (plasma membran)
Berdasarkan sifat sinyal yang mengantar kerja hormon di dalam sel: kelompok hormon yang menggunakan kelompok second messenger senyawa cAMP, cGMP, Ca2+, Fosfoinositol, Lintasan Kinase sebagai mediator intraseluler (Wijaya, 2008).
Kelenjar-kelenjar tiroid yang penting adalah: hypothalamus, hypophysis pituitary, thyroid, parathyroid, pancreas (pulau Langerhans-Pancreas), adrenal (medula dan korteks), gonad (ovari dan testes), thymus, dan membrana mukosa usus.

1. Hypothalamus
Hypothalamus terletak pada bagian ventral, meliputi hypophisis atau glandula pytuitaria (salah satu kelenjar endokrin yang terpenting) dan struktur-struktur lainnya yang berkaitan (Mukhtar, 2006). Hypothalamus berbatasan pada bagian anterior dengan optic chiasma. Hypothalamus terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a)      Bagian posterior dengan mammilary bodies
b)      Bagian dorsal dengan thalamus
c)      Bagian ventral dengan sphenoid bone
Hormon yang dihasilkan oleh hypothalamus :
a)      Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH). Berfungsi: melepaskan LH dan FSH.
b)      Thyrotropin Releasing Hormone (TRH). Berfungsi: melepaskan TSH.
c)      Corticotropin Releasing Hormone (CRH). Berfungsi: melepaskan ACTH.
d)     Somatotropin Releasing Hormone (STH-RH). Berfungsi: melepaskan STH.
e)      Somatotropin Inhibitory Hormone (STH-IH). Berfungsi: menghalangi STH yang keluar.
f)       Prolactin Releasing Hormone (PRH). Berfungsi: melepaskan prolaktin.
g)      Prolactin Inhibitory Hormone (PIH). Berfungsi: menghalangi prolaktin keluar.
Pada kelenjar hipothalamus memiliki tipe hormon protein. Kelenjar hypothalamus berfungsi untuk menstimulasi adenohypophysys untuk melepaskan hormon-hormonnya (Ensminger, 1992 : Kartasudjana, 2006).

2. Hypophysis (Glandula Pituitaria)
Glandula pituitaria merupakan suatu kelenjar bilobi, yang menghasilkan bermacam-macam hormon yang mempengaruhi berbagai bagian tubuh, dan oleh karena itu sering disebut sebagai master control glands. Sebagai kelenjar endokrinon. Kelenjar hypophisa terletak di dalam legokan pada dasar ruang otak yang dikenal sebagai sella turcica. Kelenjar tersebut mensekresikan sejumlah besar hormon-hormon, beberapa diantaranya berhubungan langsung dengan reproduksi.
Glandula pituitaria (hypophisis) merupakan suatu kelenjar yang rangkap yang terdiri dari:
1.      Lobus anterior dan pers intermedia, yang embryologis berasal dari suatu kantong yang terbentuk pada atap mulut (kantong rathke). Glandula pituitaria bagian depan menghasilkan hormon-hormon sebagai berikut:
a. Hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone). Berfungsi :
·         Merangsang pertumbuhan folikel ovarium.
·         Sebagai substansi yang mengawali siklus birahi.
·         Merangsang pemasakan folikel sampai folikel de graff tetapi tidak menyebabkan ovulasi.
·         Perbedaan dengan hormon LH bertanggung jawab terhadap perbedaan lama birahi dan waktu ovulasi ternak sapi, domba, babi, dan kuda.
·         Pada unggas betina berfungsi bagi pemasakan folikel (yolk), dan spermatogenesis pada unggas jantan.
b. Hormon LH (Luteinezing Hormone). Berfungsi:
         Mengawali pertumbuhan tenunan luteal (corpus luteum).
         Merangsang pertumbuhan corpus luteum.
         Penting untuk proses ovulasi.
         Merangsang tumbuhnya sel interstial pada ovarium.
         Merangsang sel granulose dan sel theca pada folikel yang masak untuk memproduksi estrogen.
         Semakin tinggi kadar LH maka semakin tinggi estrogen, sehingga menyebabkan ovulasi.
         Pada unggas LH berfungsi untuk merobek membrane vitelina folikel (yolk) pada bagian stigma agar terjadi ovulasi. Pada unggas jantan berperan bagi perkembangan testis.
c. Hormon LTH (Luteo Tropic Hormone) /Prolactin. Berfungsi:
         Bersama-sama dengan hormon LH merangsang sel theca dalam corpus hemorragicum untuk membentuk corpus luteum dan pembentukan progesterone oleh corpus luteum.
         Mempertahankan fungsi corpus luteum.
         Pada unggas betina menyebabkan sifat mengeram, dan menimbulkan sekresi susu tembolok pada merpati.
d. Hormon TSH (Thyroid Stimulating Hormone). Berfungsi:
         Mengawasi grandula/kelenjar thyreidea.
         Mengawasi pengambilan iod oleh thyroid.
         Sintesa thyroxine dari diidotyrosine .
e. Hormon ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormone). Berfungsi:
         Stimulasi adrenal cortex.
         Pelepasan adreno corticoid.
f. Hormon MSH (Melanotropin). Berfungsi:
         Memegang peranan dalam perubahan warna kulit (Partodihardjo, 1980).
2. Lobus posterior yang berasal dari encephalon.
a. Hormon Vasopressin/ADH (Antidiuratic Hormone). Berfungsi:
         Merangsang keaktifan otot-otot polos vesica urinaria (kandung kemih) dan vesica ellia (kantong empedu).
         Menaikkan tekanan darah yang menimbulkan contricsi arteri yang kecil.
         Pengurangan sekresi urin.
b. Hormon Oxytocin. Berfungsi:
         Menimbulkan kontraksi uterus.
         Mengeluarkan susu dari glandula mammae.
3. Thyroid
Kelenjar thyroid terdapat pada semua vertebrata, jumlahnya sepasang yang merupakan lobus yang berbentuk perisai yang saling dihubungkan oleh suatu isthmus. Tiap-tiap lobus mempunyai lobuli yang di masing-masing lobuli terdapat folikel dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid dimana hormon-hormon disintesa.kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan percabangan arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan dari arteri subklavia. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapat suplai darah yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri (Haqiqi, 2008).
Kelenjar Thyroid menghasilkan hormon tyroxine dan triiodotyroxine yang berfungsi:
a.       Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf dan tulang.
b.      Mempertahankan sekresi GH (Growth Hormone) dan gonadotropin.
c.       Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi otot dan menambah irama jantung.
d.      Merangsang pembentukan sel darah merah
e.       Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
f.       Bereaksi sebagai antagonis insulin. Tirokalsitonin mempunyai jaringan sasaran tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium serum yang rendah akan menekan pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium serum akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan sekresi gastrin di lambung (Haqiqi, 2008).
g.      Mempengaruhi laju metabolisme, mempengaruhi pertumbuhan bulu dan warna (Ensminger, 1992).

4. Parathyroid
Kelenjar parathyroid menempel pada bagian anterior dan posterior kedua lobus kelenjar tiroid oleh karenanya kelenjar parathyroid berjumlah empat buah. Kelenjar ini terdiri dari dua jenis sel yaitu chief cells dan oxyphill cells. Chief cells merupakan bagian terbesar dari kelenjar paratiroid, mensintesa dan mensekresi hormon parathyroid atau parathormon disingkat PTH.
Kelenjar Parathyroid menghasilkan hormon PTH (Paratirod Hormone), yang berfungsi PTH mempertahankan resorpsi tulang sehingga kalsium serum meningkat. Di tubulus ginjal, PTH mengaktifkan vitamin D. Dengan vitamin D yang aktif akan terjadi peningkatan absorpsi kalsium dan posfat dari intestin. Selain itu hormon ini pun akan meningkatkan reabsorpsi Ca dan Mg di tubulus ginjal, meningkatkan pengeluaran fosfat, HCO3 dan Na. karena sebagian besar kalsium disimpan di tulang maka efek PTH lebih besar terhadap tulang. Faktor yang mengontrol sekresi PTH adalah kadar kalsium serum.
5. Pancreas
Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal sebagai pulau Langerhans berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon antagonistik merupakan hormon yang menyebabkan efek yang berlawanan, contohnya glukagon dan insulin. Saat kadar gula darah sangat turun, pankreas akan memproduksi glukagon untuk meningkatkannya lagi. Kadar glukosa yang tinggi menyebabkan pankreas memproduksi insulin untuk menurunkan kadar glukosa tersebut (Anonim, 2011). Kelenjar pancreas menghasilkan hormon:
a.       Hormon Glucagon. Berfungsi: untuk mengawasi pemecahan ygocen hepar, dan efeknya pada metabolisme karbohidrat. Kerja hormon glucagon berlawanan dengan hormon insulin.
b.      Hormon Insulin. Berfungsi: untuk metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak, sehingga apabila kekurangan insulin akan menyebabkan diabetes mellitus. (Kartasudjana, 2006).
Pada hormon insulin akan mengakibatkan berbagai efek pada beberapa bagian tubuh, seperti:
• Efek pada hati:
Ø  Membantu glikogenesis
Ø  Meningkatkan sintesis trigliserida, kolesterol, dan VLDL
Ø  Meningkatkan sintesis protein
Ø  Menghambat glikogenolisis
Ø  Menghambat ketogenesis
Ø  Menghambat glukoneogenesis
• Efek pada otot:
Ø  Membantu sintesis protein dengan :Meningkatkan transport asam amino
Ø  Merangsang sintesis protein ribosomal
Ø  Membantu sintesis glikogen
• Efek pada lemak:
Ø  Membantu penyimpanan trigliserida
Ø  Meningkatkan transport glukosa ke dalam sel lemak
Ø  Menghambat lipolisis intraseluler (Wijaya, 2008).
6. Adrenal
Kelenjar ini berbentuk bola, menempel pada bagian atas ginjal. Pada setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal dan dibagi atas dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medula). Kerusakan pada bagian korteks mengakibatkan penyakit Addison dengan gejala sebagai berikut: timbul kelelahan, nafsu makan berkurang, mual, muntahmuntah, terasa sakit di dalam tubuh. Dalam keadaan ketakutan atau dalam keadaan bahaya, produksi adrenalin meningkat sehingga denyut jantung meningkat dan memompa darah lebih banyak. Gejala lainnya adalah melebarnya saluran bronkiolus, melebarnya pupil mata, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut berdiri (Faisal, 2011).
Kelenjar adrenal menghasilkan hormon aldosterone yang merupakan tipe hormon steroid. Hormon aldosterone berfungsi untuk metabolisme elektrolit dan air. Kelenjar adrenal dibagi menjadi dua kelenjar, yaitu kelenjar cortex dan kelenjar medulla.
a.       Cortex. Menghasilkan hormon corticosteroids dan catecholamines. Berfungsi untuk metabolism karbohidrat, protein, dan lemak.
b.      Medulla. Menghasilkan hormon:
ü  Adrenaline (Epinephrine). Berfungsi: menimbulkan respon syaraf simpstetik.
ü  Noradrenalisne (Norapinephrine). Berfungsi: transmitter syaraf. (Kartasudjana, 2006).

7. Thymus
Thymus terdapat dalam bagian superior thorax didekat bagian bawah tracea. Pada anak-anak kelenjar ini agak besar, tetapi pada waktu pubertas antara 12-17 tahun, akan mengalami regressi/kemunduran.
Pada kelenjar thymus terdapat fungsi endokrin daripada thymus ini, pada tikus, thymus membentuk suatu substansia yang akan memasuki kelenjar-kelenjar lymphe dan menimbulkan terbentuknya lympocit. Fungsi lain dari thymus yaitu berperan dalam menimbulkan imunitas.

8. Membrana Mukosa Usus
Membrane mukosa usus yang membatasi ventriculus dan intestinum tenue menghasilkan beberapa hormon. Pada vantriculus dihasilkan gastrin yang merangsang sekresi enzim atau cairan gastricus.
Pada intestinum tunue dihasilkan:
a.       Secretine. Berfungsi: merangsang sekresi enzim-enzim pancreas pada waktu makanan yang telah diperlunak dari ventriculus masuk ke duodenum.
b.      Enterogastrone. Berfungsi: mengurangi sekresi dan mortilitas ventriculus pada waktu hormon ini dibawa oleh darah kedalam ventriculus.
c.       Cholecystikinin. Berfungsi: menyebabkan kontraksi vesica vellia untuk mencurahkan bilus yang telah ditimbunnya dalam intestinum tenue. Homon ini dilepaskan dari mocosa intestinalis oleh makanan-makanan yang berupa lipid.
9. Testis
Testis memproduksi sejumlah hormon jantan yang kesemuanya disebut androgen. Yang paling potensi dari androgen adalah testosterone. Berikut fungsi-fungsi dari testosterone:
Ø  Merangsang pendewasaan spermatozoa yang terbentuk dalam tubuli seminiferi.
Ø  Merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori (kelenjar prostate, vesikularis, dan bulbourethralis.
Ø  Merangsang pertumbuhan sifat jantan (Partodihardjo, 1980).
Ø  Untuk keratinisasi epithel praeputium, pemisahan gland penis dari praeputium, dan pertumbuhan penis dan praeputium pada pubertas.
Ø  Keinginan kelamin untuk libido dan kesanggupan untuk ereksi/ ejakulasi (Toelihere, 1985).

10. Ovarium
Ovarium mensintesa tiga macam hormon, yaitu estrogen, progesterone, dan relaxin. Estrogen dan progesterone adalah hormon steroid, sedangkan relaxin adalah polipeptida. Estrogen dan progesterone dibicarakan secara mendetail dibagian hormon steroid (Partodihardjo, 1980).
a. Estrogen.
Hormon estrogen disekresikan oleh theca interna dari folikel de Graaf. Jaringan ini kaya akan estrogen dan memperlihatkan aktivitas yang maksimum selama phase estrogenic dari siklus birahi (Toelihere, 1985).
Fungsi hormon estrogen adalah:
ü  Menimbulkan tanda-tanda birahi.
ü  Memperlancar peredaran darah dan perkembangan saluran kelamin.
ü  Menunjang pertumbuhan sistem pembuluh kelenjar susu.
ü  Bila sekresi estrogen mencapai ketinggian tertentu maka sekresi FSH akan menurun dan saat itulah LH meningkat terus sampai puncak.
ü  Setelah ovulasi terjadi estrogen menurun dan FSH kembali normal dan berangsur-angsur meningkat.
ü  Antara estrogen dengan FSH terjadi mekanisme saling ketergantungan.
b. Progesteron
Progesteron adalah progesteron alamiah terpenting yang disekresikan oleh sel-sel lutein corpus luteum. Disamping itu hormon ini dihasilkan juga oleh placenta. Sebagaimana steroid-steroid lainnya, progesteron tidak disimpan didalam tubuh, ia dipakai secara cepat atau diekskresikan dan hanya terdapat dalam konsentrasi rendah didalam jaringan-jaringan tubuh (Toelihere, 1985).
Fungsi hormon progesteron adalah:
Ø  Penting untuk mempertahankan kebuntingan.
Ø  Menyebabkan pertumbuhan alveoli kelenjar susu.
Ø  Pengental lendir birahi untuk sumbat cervix.
Ø  Menekan terjadinya kontraksi uterus dan menekan uterus terhadap pengaruh estrogen dan oxytocin.

c. Relaxin
Relaxin merupakan hormon protein. Relaxin terutama disintesa dan dilepaskan kedalam peredaran darah. Fungsi dari relaxin yaitu menyebabkan relaxasi simfisis pelvis. Relaxasi ini lebih nyata jika sebelumnya hewan telah dijenuhkan dengan estrogen dan progesterone. Fungsi lain misalnya synergism dengan estrogen dan progesterone dalam merangsang pertumbuhan kelenjar susu (Partodihardjo, 1980).
Menurut Toelihere (1985) fungsi fisiologik relaxin terutama berhubungan dengan partus dan bekerja erat dengan estrogen. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
ü  Relaxin menstimuler pemisahan symphisis pubis pada marmot dan mencit sesudah pemberian estrogen. Fungsi ini memudahkan keluarnya foetus pada waktu partus.
ü  Relaxin menimbulkan dilatasi cervix uteri pada babi, sapi, tikus, dan mencit dan mungkin pada manusia sesudah penyuntikan pendahuluan dengan estrogen dan progesteron. Sekali lagi fungsi ini mempermudah keluarnya foetus pada saat partus.
ü  Relaxin menghambat aktivitas myometrium, yaitu menghambat kontraksi uterus.
ü  Relaxin menghambat kadar air dalam uterus, bersama estrogen relaxin menyebabkan pertumbahan pertumbuhan uterus.
ü  Relaxin menyebabkan peningkatan pertumbuhan kelenjar mammae bila diberikan bersama estradiol dan progesterone.